Gampong Kayee Adang diperkirakan sudah berdiri sejak zaman penjajahan Belanda. Pada masa lalu, desa ini dikenal sebagai pusat pendidikan dan kegiatan keagamaan dengan adanya sebuah pesantren besar yang hampir setara dengan Pesantren Ruhul Fata Seulimeum. Pesantren ini memainkan peran penting sebagai pusat pembelajaran agama dan menarik banyak santri dari berbagai daerah.
Namun, seiring berjalannya waktu, jumlah santri yang datang semakin menurun. Penurunan ini mungkin disebabkan oleh berbagai faktor sosial dan perubahan kebutuhan pendidikan. Akibatnya, pesantren tersebut akhirnya dibongkar, menandai berakhirnya sebuah era penting dalam sejarah pendidikan di Gampong Kayee Adang.
Meski pesantren telah tiada, Gampong Kayee Adang tetap memegang teguh komitmennya terhadap agama dan adat istiadat. Masyarakat desa terus menjaga dan melestarikan nilai-nilai keagamaan serta tradisi lokal yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka. Desa ini tetap dikenal sebagai komunitas yang sangat mementingkan agama dan adat, mencerminkan dedikasi mereka terhadap warisan budaya yang membentuk identitas mereka hingga saat ini.